DUMAI – Kota Dumai, secara geografis dan strategis, bukanlah kota miskin. Sebaliknya, Dumai adalah salah satu daerah yang memiliki potensi kekayaan ekonomi dari berbagai sektor. Namun ironi muncul ketika gaji pegawai – hak paling mendasar dari pelayan publik – justru terlambat dibayar. Ini bukan soal teknis semata, tetapi menunjukkan krisis tata kelola dan empati pemerintahan.
1. Kota Industri dan Sektor Swasta yang Mapan
Dumai adalah rumah bagi berbagai industri strategis: mulai dari pengolahan kelapa sawit, ekspor-impor melalui pelabuhan, hingga perusahaan energi. Sektor swasta ini menjadi sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus penyerap tenaga kerja. Namun, kontribusi besar swasta seringkali tidak diimbangi dengan keberpihakan fiskal terhadap pelayanan publik dan kesejahteraan pegawai.
2. Pemerintah sebagai Pengelola, Bukan Sekadar Penonton
Pemerintah daerah memegang peran sentral sebagai pengelola APBD. Jika gaji pegawai bisa terlambat di tengah besarnya potensi PAD dan Dana Bagi Hasil (DBH), maka masalahnya bukan pada kekurangan uang, tapi kekurangan etika pengelolaan. Keuangan daerah perlu diprioritaskan untuk belanja wajib, bukan untuk pemborosan birokrasi atau proyek citra belaka.
3. Sektor Maritim dan Nelayan: Aset yang Terpinggirkan
Wilayah pesisir Dumai memiliki potensi maritim yang besar. Namun, para nelayan masih hidup dalam ketidakpastian ekonomi, harga tangkapan yang fluktuatif, serta minimnya proteksi dari negara. Ketimpangan ini menunjukkan ketidakhadiran negara dalam menjamin keadilan ekonomi di akar rumput.
4. UMKM: Sektor Rakyat yang Perlu Dilindungi
UMKM tumbuh dari inisiatif rakyat, menjadi tulang punggung ekonomi lokal. Mereka tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga merawat kemandirian ekonomi masyarakat. Namun, ketika pegawai negeri pun tidak digaji tepat waktu, daya beli masyarakat menurun drastis – dan UMKM pun ikut terdampak. Rantai ketidakadilan ini saling terkait.
Kesimpulan dan Seruan Solutif
Dumai bukan kota yang miskin. Yang miskin adalah keberanian pemimpinnya untuk memprioritaskan yang benar. Pemerintah perlu:
Mereformasi manajemen keuangan daerah agar berpihak pada rakyat, bukan pada elite.
Memastikan pembayaran gaji pegawai sebagai prioritas absolut yang tidak boleh diganggu oleh proyek-proyek politis.
Mengintegrasikan potensi semua sektor — swasta, maritim, UMKM, nelayan — ke dalam kerangka kebijakan inklusif.
Melibatkan masyarakat sipil dan DPRD dalam pengawasan realisasi anggaran, agar tidak ada lagi “pemerintahan malaikat” yang menebar pesona tapi gagal menunjukkan nurani.
Jika Dumai bisa mengelola potensi dan anggaran secara adil, maka tidak hanya pegawai yang tersenyum lega – tetapi seluruh masyarakat akan merasakan hadirnya keadilan sosial yang sesungguhnya.
Penulis : Hasan Basri