DUMAI – Pihak Kepolisian Resort (Polres) Kota Dumai diminta lebih transparan dan terbuka terkait penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) nomor: SPPP/51.a/V/RES.1.24/2025/Reskrim terhadap kasus tewasnya anggota Polri berinisial SS di Dream Box Family Karaoke Dumai yang hingga kini masih menyisakan banyak dugaan. Dengan begitu kasus tersebut menjadi terang dan tidak ada lagi kesimpang-siuran informasi.
PRAKTISI Hukum, Eko Saputra, SH, MH menyampaikan penerbitan SP3 itu hak dari pihak kepolisian. Tinggal lagi apakah memenuhi unsur atau tidak. Berkaca dari kasus yang terjadi di Dream Box Karaoke, sesuai peraturan perundang-undangan, kasus itu apakah termasuk delik umum atau delik aduan.
” Kalau dilihat dari kasus ini, jika ada suatu tindakan hukum atau proses hukum atau peristiwa hukum, maka yang berwenang adalah pihak kepolisian,” ujar Eko Saputra, SH, MH saat ditemui kupasberita.com di Pengadilan Negeri Dumai, Kamis (26/06/25) kemarin.
Kembali ke persoalan SP3, dikatakan Eko Saputra, jika memang tidak ditemukan cukup bukti, penyidik berhak untuk menghentikan penyidikan. Kecuali jika ada pihak keluarga korban yang merasa keberatan dengan penerbitan SP3 tersebut.
” Kalau keluarga keberatan, SP3 itu wajib dipertanyakan. Sebaliknya juga begitu, jika keluarga korban menerima, maka tidak ada lagi yang harus dipersoalkan,” terang Eko Saputra.
Namun pada sisi lain, ditegaskan Eko Saputra, jika proses hukum yang dilakukan pihak kepolisian sudah sampai pada tahap penerimaan Laporan Polisi (LP) dan penerbitan Surat Tanda Dimulainya Penyidikan (SPDP), maka kurang tepat dilakukan SP3.
” Alasan SP3 harus digelar. Minta gelar perkara. Atau jangan-jangan sudah ada kesepakatan damai. Namun penting diketahui, perdamaian tidak bisa menghapuskan pidana,” tegas Eko Saputra.
Untuk mengungkap peristiwa hukum yang terjadi, pihak kepolisian menurut Eko Saputra bisa membuka CCTv yang ada di Dream Box Karaoke.
” Membuka CCTv itu hak, dan boleh. Karena untuk kasus ini, harus dilihat fakta yang sebenarnya,” ungkap Eko Saputra menambahkan.
Terakhir disampaikan Eko, dengan adanya persoalan tersebut, pihak kepolisian semestinya bisa lebih terbuka dan transparan.
” Dengan begitu semuanya menjadi terang dan tidak ada kesimpang-siuran informasi. Keputusan atau penerbitan SP3 mesti transparan dan harus dilakukan gelar perkara jika ada permintaan dari pihak keluarga,” tutup Eko Saputra, SH, MH.
Pada sisi lain, kematian anggota Polri berinisial SS yang bertugas di Sat Samapta Polres Dumai itu sempat viral. Malah 6 personil anggota Polres Dumai dikabarkan sempat diperiksa di Mapolda Riau. Selain itu pihak pengelola Dream Box Karaoke kabarnya juga ikut diperiksa.
Anggota Polres Dumai yang diperiksa itu masing-masingnya berinisial HM dengan pangkat Bripka, MJ berpangkat Brigadir, HC berpangkat Aiptu, St berpangkat Aiptu, MA berpangkat Aipda dan DS berpangkat Briptu. Selain itu juga ikut diperiksa pengelola dan kasir Dream Box Karaoke.
Hanya saja, hingga kini tidak ada penjelasan resmi dari pihak kepolisian terkait proses hukum dan sejauhmana hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan. Alih-alih memberikan penjelasan, pihak kepolisian justru meng-SP3-kan kasus tewasnya anggota kepolisian di tempat hiburan tersebut.
Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) nomor: SPPP/51.a/V/ RES.1.24/2025/Reskrim dilakukan berdasar Surat Ketetapan tentang Penetapan Penghentian Penyidikan nomor: S.Tap/20/V / RES.1.24/2025/Reskrim tanggal 28 Mei 2025.
Sebelumnya pihak kepolisian telah menerima Laporan Polisi dengan nomor laporan: LP/B/72/IV/2025/SPKT/POLRES DUMAI/POLDA RIAU tanggal 10 April 2025 dan kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan nomor: SP.Sidik/51/IV/ RES.1.24 /2025/ Reskrim tanggal 23 April 2025. Selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan nomor: SPDP/58/IV/ RES.1.24/2025/Reskrim tanggal 23 April 2025.
Penerbitan SP3 kasus kematian anggota Polri di Dream Box Karaoke itu sebelumnya juga sempat mendapat sorotan dari sejumlah praktisi hukum lainnya.
” SP3 atau penghentian penyidikan hanya bisa dikeluarkan penyidik apabila memenuhi salah satu dari tiga alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu tidak cukup bukti, peristiwa bukan tindak pidana atau demi hukum, seperti karena pelaku meninggal dunia atau perkara kedaluwarsa,” ujar Johanda Saputra, SH kepada Kupas Media Grup, Ahad (22/06/25) tadi malam.
Lebih lanjut disampaikan Johanda Saputra, alasan penghentian penyidikan perkara karena tidak cukup bukti atau pelapor telah mencabut laporan/pengaduan tidak serta-merta menjadi dasar hukum untuk menghentikan penyidikan dalam kasus kelalaian yang mengakibatkan kematian.
“ Perdamaian bisa menjadi faktor yang meringankan saat persidangan, tetapi tidak menghapus pidananya. Dalam konteks Pasal 359, pencabutan laporan oleh keluarga tidak menghentikan proses hukum yang sudah berjalan,” tegas Johanda Saputra.
Johanda Saputra menjelaskan Pasal 359 KUHP merupakan delik culpa, atau delik karena kealpaan atau kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain.Delik ini berarti bahwa seseorang dapat dipidana jika perbuatannya yang lalai menyebabkan kematian orang lain, meskipun ia tidak bermaksud untuk menyebabkan kematian tersebut.
” Pasal 359 KUHP mengatur tentang tindak pidana karena kealpaan (kelalaian) yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.Bunyi pasal tersebut adalah: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun,” papar Johanda Saputra.
Johanda mendesak institusi Polri, khususnya Polres Dumai untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anggotanya sendiri.
” Publik berhak tahu perkembangan dan alasan di balik setiap keputusan hukum yang diambil. Jangan sampai ada kesan bahwa hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum,” pungkasnya.
Sementara Muhammad Febriansyah, SH, MH meminta pihak kepolisian agar mengusut tuntas kematian anggota Polri dan memeriksa pihak pengelola Dream Box Family Karaoke di Dumai.
” Pihak pengelola atau pemilik patut diusut terkait kematian Anggota Polres Dumai di Dream Box Family. Kasus itu delik murni,” ujar Muhammad Febriansyah melalui komunikasi WA kepada media, Selasa (24/06/25) sore tadi.
Lebih lanjut disampaikannya, mencabut LP (Laporan Polisi,red) tidak bisa menjadi alasan hukum kasus tersebut di SP3. Pihaknya menduga proses tersebut dihentikan karena ada peranan pengusaha.
” Diduga proses tersebut dihentikan karena adanya peran pengusaha karaoke agar usahanya tetap berjalan. Intinya tidak ada hal yang lebih penting dari nyawa seorang warga negara ketimbang hanya mencari keuntungan bisnis karaoke,” tegas Muhammad Febriansyah.
Kupas berita. com
Editor : Feri Windria